Pages

12 Mei 2010

Apoteker Minta MK Tolak Permohonan Misran

Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) berharap permohonan judicial review Pasal 108 Ayat (1) beserta penjelasannya dan Pasal 190 Ayat (1) dari UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang diajukan oleh Misran, perawat yang dipenjara karena memberikan obat ke pasien, agar ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

IAI menilai penghapusan pasal malah bakal berdampak membahayakan kesehatan masyarakat.

"Jika Pasal 108 dicabut, maka semua orang boleh memberikan obat berbahaya. Tidak ada lagi kontrol dan pengawasan," ungkap Ketua Umum IAI M Dani Pratomo, di Jakarta, Selasa (11/5).

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Misran, Kepala Puskesmas Pembantu di pedalaman Kuala Samoja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, ini nekat memberikan obat daftar G (Gevaarlijk) atau berbahaya kepada pasiennya. Akibat perbuatannya, Pengadilan Negeri Tenggarong, Kaltim, memvonis Misran dengan hukuman 3 bulan penjara pada 19 November 2009.

Yang bersangkutan dianggap melanggar Pasal 108 ayat (1) yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yang dimaksud berwenang memberikan layanan kefarmasian adalah hanya tenaga kefarmasian dengan keahlian dan kewenangannya seperti apoteker.

Dalam persidangan, Misran berdalih, tindakan itu terpaksa dilakukan karena tidak ada tenaga kefarmasian dan dokter yang bertugas di wilayahnya yang terpencil. Bila obat tidak diberikan, niscaya nyawa pasien terancam.

Kendati memahami sulitnya kondisi yang dihadapi Misran, Dani berkomentar, wacana penghapusan Pasal 108 malah akan merugikan masyarakat. Di samping peredaran obat jadi tidak terkontrol, bakal timbul sejumlah ekses negatif lainya seperti pemalsuan obat, dan meningkatnya penggunaan obat yang tidak rasional yang saat ini saja tingkatannya cukup tinggi terjadi di masyarakat.

Menurut Dani, terdapat sekitar 16 ribu jenis obat yang beredar di negara ini. Andai tidak ada profesi yang mengawasi distribusi dan penggunaanya, jelas hal ini berbahaya.

"Padahal penggunaan obat tidak rasional cukup tinggi di masyarakat kita. Bayangkan bila 1 orang sehari mesti minum 5 jenis obat yang saling mempengaruhi, pasti ginjalnya akan jebol," sebut Dani.

Dani berpandangan, seyogianya bagi kasus kefarmasian di wilayah terpencil seperti yang dialami Misran tidak perlu diatasi dengan upaya penijauan kembali. Menurut dia, untuk wilayah terpencil, sulit dijangkau dan kekurangan tenaga medis, solusinya cukup diatur dengan penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur tindakan kefarmasian di wilayah itu.

"Yang diatur kan sifatnya darurat alias sementara, jadi tidak perlu dibuat undang-undang segala."

Pada kesempatan yang sama, anggota Dewan Penasehat IAI Ahaditomo menambahkan, sejatinya jika pemerintah mau melibatkan apoteker bagi tindakan kefarmasian di wilayah terpencil dan daerah yang sedang mengalami bencana, maka kasus-kasus yang dialami Misran tidak perlu terjadi.

Diperkirakan terdapat 30 ribu apotek yang tersebar di Indonesia. Sesuai ketentuan, tiap apotek minimal memiliki seorang apoteker. Para apoteker inilah yang bisa dimanfaatkan untuk memberikan pelatihan kefarmasian pada petugas medis yang berkarya di daerah terisolir.

0 komentar:

 

Blogger news

Blogroll

Website counter

About

 

Welcome In DINKES PROVINSI LAMPUNG

Login

Disamping ini adalah contoh Sliding Login menggunakan JQuery. Login Form Disamping hanya Contoh dan tidak dapat digunakan layaknya Login Form FB, Karena Blog ini terbuka untuk umum tanpa perlu mendaftar menjadi Member

Tutorial Blog

Member Login

Lost your password?

Not a member yet? Sign Up!

Loading...